Cagar Budaya

Informasi
Bangunan Cagar Budaya

Benteng Kedung Cowek (gudang Amunisi)

Jl. Kedung Cowek, Kedung Cowek, Bulak
Bangunan Cagar Budaya

Benteng Kedung Cowek adalah salah satu benteng peninggalan Belanda yang berada di sisi timur kaki Jembatan Suramadu, tepatnya di Kelurahan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak, Kota Surabaya. Benteng ini direncanakan dan dibangun pada tahun 1900 berdasarkan cetak biru yang yang ditandatangani oleh Kapten Zeni J. C.Proper pada tanggal 15 Januari 1900 (Setyawan 2015, 11).

Surat kabar sezaman mencatatkan berita yang sama terkait proses pembangunan Benteng Kedung Cowek, mulai pro dan kontra pembangunan benteng dengan biaya yang fantastis, Kapten J. C.Proper sebagai penanggung  jawab pembangunan, hingga pengiriman amunisi meriamnya (De Locomotief, 30 Maret 1900).Benteng Kedung Cowek sempat menjadi gudang peluru dan setidaknya benteng yang masih beruntung karena relatif utuh, tidak seperti Benteng PrinsHendrik yang dibongkar pada tahun 1895 (Purwono 2011, 81).

Benteng Kedung Cowek merupakan benteng terbesar dalam rangkaian benteng yang dibangun di sepanjang pantai dari Surabaya sampai Gresik guna melindungi pelabuhan dan pangkalan angkatan laut Surabaya. Keberadaan Benteng Kedung Cowek juga tidak lepas dari peranan dan saksi bisu dalam Pertempuran Surabaya 1945 yang merenggut banyak korban jiwa hingga benteng dikuasai oleh tentara Sekutu menjelang akhir November 1945.

 

Sejarah

Terdapat beberapa sumber surat kabar asing yang memuat berita tentang Benteng Kedung Cowek. Salah satunya adalah pro dan kontra pembangunan benteng yang menghabiskan dana sebesar 66.000 gulden. Selain biaya pembangunan yang fantastis, faktor lainnya adalah kondisi tanah yang lunak dan tidak stabil. Menteri Hart mengungkapkan, “Dia tidak sedang membangun pertahanan menyaingi Eropa, tetapi pekerjaan yang setengah-setengah tentu lebih berbahaya daripada tidak melakukan apapun” (De Locomotief, 30 Oktober 1899).

Komandan Tentara Angkatan Darat Belanda memutuskan menunjuk Kapten Zeni J. C.Proper sebagai penanggung jawab pembangunan benteng (De Locomotief, 30 Maret 1900). Saat pembangunan benteng berlangsung, Kapten Zeni J. C.Proper mengajukan izin cuti karena sakit. Letnan Kuyper ditunjuk sebagai penanggung jawab sementara dalam proses pembangunan Benteng Kedung Cowek dan Semambung(De Locomotief, 14 Desember 1900).

Sekitar 1901, benteng mulai tampak bentuknya dan diperkirakan pembangunan Benteng Kedung Cowek selesai pada bulan Februari. Dana sebesar lima juta gulden telah disiapkan untuk pengadaan meriam-meriam artileri yang diharapkan dapat menjaga dan memelihara perdamaian dari serangan asing (De Sumatra Post, 29 November 1901).

Sekitar bulan Juli 1902, tiga meriam pantai berkaliber 150 mm diturunkan dan dipasang di Benteng Kedung Cowek (SoerabaiaschHandelsblad, 15 Juli 1902). Kontruksi dan desain bangunan Benteng Kedung Cowek terus disesuaikan dan diperkuat seiring majunya teknologi artileri pada saat itu (SoerabaiaschHandelsblad, 17 Agustus 1903).

Menurut sumber pribadi, aspek historis keberadaan Benteng Kedung Cowek dapat dilihat melalui tiga aspek penting. Pertama aspek ekonomi, yaitu Pelabuhan Surabaya yang merupakan akses utama perdagangan, khususnya hasil rempah di Pulau Jawa. Aspek kedua dari sisi militer, Surabaya merupakan pangkalan laut militer terbesar di Hindia Belanda. Terakhir adalah aspek geografis, Surabaya merupakan kota yang terletak di selat sempit yang dimanfaatkan oleh Belanda. Belanda tidak hanya membangun benteng di sisi pulau Jawa, tetapi di Pulau Madura juga menjadi benteng alami, yakni sebuah bukit yang direncanakan menjadi satu titik perkuatan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan para petinggi angkatan darat dan angkatan laut. Dengan harapan pada saat itu, jika ada serangan musuh datang, sebelum mencapai Surabaya, musuh harus menghadapi benteng-benteng yang terletak di sisi kanan dan kiri Surabaya, yaitu Madura dan Jawa. Fakta bahwa jarak antar benteng memiliki jarak efektif untuk melancarkan tembakan meriam (istilah dalam militer: jarak tembak bantu) begitu kapal-kapal masuk, mereka akan terlibat “duel” meriam (Setyawan 2021).

 

Benteng Kedung Cowek sebagai Objek Pemajuan Kebudayaan

Benteng Kedung Cowek ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/261/436.1.2/2019 tanggal 31 Oktober 2019. Benteng Kedung Cowek merupakan warisan budaya kategori benda.

 

Keberadaan

Keberadaan benteng pertahanan pada awalnya tidak pernah tercatat dalam peta kota manapun karena bersifat rahasia. Hal inidapat dilihat dalam buku Asia Maior yang memuat peta Kota Surabaya mulai zaman Mataram tahun 1700, 1800, hingga 1945. Demikian pula Benteng Kedung Cowek yang keberadaanya dirahasiakan dari masyarakat umum.

Benteng Kedung Cowek berada di sisi timur kaki Jembatan Suramadu, tepatnya di Jalan Kedung Cowek, Kelurahan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak, Kota Surabaya dengan garis lintang  -7.2116043 dan garis bujur 112.781074. Lokasinya tidak jauh dari kaki Jembatan Suramadu di sisi Surabaya dan berjarak hanya beberapa ratus meter ke arah timur dari kaki jembatan. Hingga akhir 2021area benteng berada dalam kepemilikan Paldam V Brawijaya.

Masih banyak masyarakat, khususnya warga Surabaya, yang belum mengetahui keberadaan benteng yang berdiri di atas tanah seluas sekitar 71.876 meter persegi ini. Kompleks tersebut berada dalam teritorial wilayah Kodim 0831/Surabaya Timur. Bangunan yang memenuhi kriteria sebagai Bangunan Cagar Budaya ini memiliki sebelas bangunan yang mencakup total luas 1.925,44 meter persegi (Bangga Surabaya 2020).

 

Pelestarian

Sejak 2019, Benteng Kedung cowek telah terbuka untuk masyarakat umum sebagai destinasi wisata bersejarah.

 

Perkembangan

Selain menawarkan nilai sejarah, Benteng Kedung Cowek juga menyajikan pemandangan Selat Madura bagi wisatawan yang berkunjung dan pepohonan rimbun di sekitar benteng menambah suasana teduh. Sejumlah masyarakat menggunakan benteng ini sebagai tempat wisata sejarah dan banyak spot foto menarik yang sering digunakan oleh pengunjung.

 

Peristiwa Terkait

Pada 1942 Belanda menyerah tanpa syarat kepada Kekaisaran Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati. Benteng selanjutnya dikuasai oleh pihak Jepang. Data arsenal yang dirampas Jepang di benteng ini dapat dibaca pada laporan militer Jepang berjudul “Monograph 68” (Headquarters, Usaffe, &Eight U.S. Army 1942).

Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Inggris. Pascaproklamasi kemerdekaan, benteng tersebut diduduki Indonesia. Benteng ini digunakan oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan pasukan Sriwidjaja untuk basis pertahanan. Dalam pertempuran 10 November 1945, TKR dan Pasukan Sriwidjaja menyerang tentara Sekutu dari sisi Benteng Kedung Cowek. Tokoh-tokoh penting dari Batalion Sriwidjaja yang berlaga di benteng ini diantaranya Jansen Rambe, Abel Pasaribu, danGumbreg (Hutagalung 2001, 130-133).

Menurut sumber pribadi, pertempuran Surabaya 1945 atau pertempuran kemerdekaan dengan skala terbesar, dengan diturunkannya kekuatan darat, laut, dan udara Inggris serta kurang lebih 30.000 prajuritnya untuk melumpuhkan Surabaya dalam waktu tiga hari, mengakibatkan 20.000 pejuang gugur dari pihak Indonesia. Selama Pertempuran Surabaya, Inggris kehilangan dua nyawa jenderalnya, yaitu BrigadierMallaby dan Brigadier Guy LoderSymonds.Dalam sejarah Perang Dunia II, belum pernah Inggris tercatat kehilangan Jenderal (Setyawan 2018).

Awal mula terbentuknya Batalion Sriwidjaja, pascakekalahan Jepang dari Sekutu pada 15 Agustus 1945, ada sebuah kapal merapat di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya setelah bertolak dari pelabuhan di Sulawesi Selatan. Kapal itu membawa ratusan penumpang yang sebagian diantaranya adalah mantan pasukan Heiho (pasukan Indonesia yang dilatih dan dikirim untuk membantu pasukan Jepang) yang telah diperbantukan untuk menghadapi serbuan Sekutu di kawasan Morotai, yang termasuk dalam rangkaian Perang Pasifik. Setelah mengalami kekalahan, mereka hendak dipulangkan kembali ke daerah asal mereka di Sumatera dan sebagian kecil lainya di Jawa. Dalam keadaan lelah dan trauma akibat kekalahan perang, mereka bertahan sebisanya di Surabaya yang saat itu tengah bergeriap oleh aroma kemerdekaan dan ancaman perang yang tampak tidak terhindarkan.

Kolonel dr. Williater Hutagalung berinisiatif untuk mengumpulkan mantan pasukan Heiho tersebut dan meminta mereka untuk membantu perjuangan Surabaya dalam menghadapi Inggris karena mereka memiliki pengalaman mengoperasikan meriam-meriam besar dan artileri lainya. Sambil menghela kembali sisa semangat, seluruh prajurit di hadapan Kolonel dr. Williater Hutagalung akhirnya memutuskan untuk tinggal dan sekali lagi bersiap menghadapi terjangan Sekutu.

Pasukan ini menamakan diri sebagai Batalion Sriwidjaja untuk mengenang keperkasaan leluhur mereka dari Pulau Sumatera. Di Benteng Kedung Cowek mereka dibantu pula oleh pemuda-pemuda kampung, pasukan eks-KNIL yang menguasai meriam, TKR Laut, dan Tentara Pelajar untuk memperkuat pertahanan pantai Surabaya di bawah pimpinan Kapten Jansen Rambe dan Gumbreg. Mengakhiri pagi 10 November 1945, tepat pukul 11.00, kapal-kapal perang Inggris memulai serangan dengan mengumbar tembakan meriamnya ke pusat Kota Surabaya.

Dalam Pertempuran 10 November 1945 melawan kapal Inggris, sepertiga dari Batalion Sriwidjaja gugur dan tanpa sempat dievakuasi jenazahnya akibat gencarnya tembakan artileri kapal Inggris. Pada 27 November 1945 benteng ini dikuasai Inggris. Hal ini berdasarkan catatan yang tersimpan dalam ISUM, 27 November, PublicRecord Office Ref. no. 172/6965 X/5 1512, dituliskan bahwa Inggris menemukan 400 ton amunisi meriam yang belum sempat ditembakkan. Sebagian dari BatalionSriwidjaja yang selamat di bawah pimpinan Kapten Jansen Rambe selanjutnya bergabung dengan Batalion Djarot yang dipimpin oleh Mayor Djarot Subijantoro.Mereka tetap meneruskan perjuangan melalui perang gerilya di luar Kota Surabaya demi tetap meraih kemerdekaan bangsa Indonesia secara utuh (Hutagalung 2001, 130-133).

Pada bekas penempatan artileri di Benteng Kedung Cowek masih terdapat jejak beberapa parapet dan setiap parapet terdapat bekas lubang-lubang peluru. Hal tersebut menandakan bahwa terjadi baku tembak di dalam Benteng Kedung Cowek. Sumur dan kolam memang biasanya menjadi bagian dari kompleks benteng, baterai, maupun bunker sebagai sumber air utama. Letak kolam air ini pun sama dengan posisi yang tergambar pada peta perencanaan. Selain jejak hantaman peluru pada pipa, terdapat juga puluhan bekas hantaman peluru di dinding samping sarang meriam pada bagian tengah benteng yang memanjang dari barat ke timur. Pada umumnya, kondisi sekitar benteng merujuk pada peta tahun 1900-an yang ternyata tidak mengalami banyak perubahan. Mulai bentuk garis pantai, areal tambak, dan letak permukiman penduduk semua masih tampak sama (Setyawan 2015, 11).

 

Referensi

  1. “AdjudantProper”. 1900. De Locomotief, 30 Maret.
  2. Bangga Surabaya. 2020. “Benteng Kedung Cowek Ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya,”https://humas.surabaya.go.id/2020/05/08/benteng-kedung-cowek-ditetapkan-sebagai-bangunan-cagar-budaya, diakses pada 3 Desember 2021.
  3. “Devestingwerkentegen den B.V.@.” 1900. “De vestingwerkentegen den B.V.@.,” De Locomotief, 14 Desember.
  4. “DeKustverdediging van Soerabaia.” 1901. “De Kustverdediging van Soerabaia,” De Sumatra Post, 29 November.
  5. Headquarters, Usaffe, &Eight U.S. Army. 1942. “Monograph 68”Report On InstallationsandCapturedWeapons, Java andSingapore.
  6. Hutagalung, B. R. 2001. 10 November ‘45. Mengapa Inggris Membom Surabaya? Analisa Latar Belakang Agresi Militer Inggris. Jakarta: Yayasan Persahabatan 10 Nopember 45.
  7. “In eenbodemloze put?” 1899. “In eenbodemloze put?” De Locomotief, 30 Oktober.
  8. “OszeKutsbatterijen.” 1903. “OszeKutsbatterijen,” SoerabaiaschHandelsblad, 17 Agustus.
  9. Purwono, N. 2011. Melacak Jejak Tembok Kota Soerabaia. Surabaya: Inti Grafika.
  10. Setyawan, A. 2015. Benteng-benteng Surabaya. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo.-