Cagar Budaya

Informasi
Bangunan Cagar Budaya

Gedung Internatio

Jl. Taman Jayengrono, Krembangan Selatan, Krembangan
Bangunan Cagar Budaya

       Internationale Crediten Handelvereeninging atau yang akrab disebut oleh masyarakat Surabaya sebagai gedung Internatio didirikan pada tahun 1927 dan pembangunannya selesai di tahun 1931. Gedung Internatio atau Internationale Crediten Handelvereeniging, terletak di sudut jalan Heerenstraat dan Willemsplein. Gedung Internatio digarap oleh seorang arsitek bernama Ir Frans Johan Louwrens Ghijsels dari biro arsitek AIA Arsitech (Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureau). Selain itu Ir Frans Johan Louwrens Ghijsels juga berperan dalam merancang arsitek bangunan Rumah Sakit “Onder de Bogen” (sekarang RS Panti Rapih) di Yogyakarta dan Stasiun Jakarta Kota. AIA Aristech berkantor di Sumatrastraat 59 Surabaya, sekarang bernama Jalan Sumatra. Awalnya pembangunan gedung Internatio ini difungsikan sebagai salah satu tempat pengelolaan perdagangan yang bertujuan untuk menarik investasi di Hindia Belanda.

       Selang beberapa tahun setelah sempat menjadi tempat perkantoran, gedung Internatio kemudian beralih fungsi ketika berlangsung perang kemerdekaan. Sebelum terjadinya pertempuran 10 November, sewaktu sekutu mendarat di Surabaya pada 25 Oktober 1945, gedung Internatio kemudian dijadikan sebagai markas pasukan sekutu. Kedatangan pasukan sekutu ini sempat tertunda sebab tanggal yang ditetapkan semula (14 Oktober 1945) telah bocor dari dokumen saat Kapten Huijer ditangkap pemuda dan mereka khawatir ada perlawanan kejutan. Beberapa hari selang kedatangan pasukan sekutu di Surabaya, terjadilah pertempuran tiga hari yang berlangsung hingga akhir Oktober 1945. Saat itu kondisi di Surabaya sedang terjadi chaos, Mallaby kemudian menghubungi Jakarta dan meminta Bung Karno ke Surabaya. Pada 29 Oktober, perwakilan Jakarta yang dipimpin oleh Soekarno, Moh. Hatta dan Amir Sjarifuddin datang ke Surabaya dengan didampingi oleh Mallaby. Esok harinya pada 30 Oktober setelah Bung Karno dan perwakilan lain kembali ke Jakarta. Mallaby yang didampingi petinggi Surabaya antara lain Dr. Sugiri keliling kota menyampaikan kesepakatan Indonesia-Sekutu agar pertempuran dapat mereda. Selama perundingan berjalan, pertempuran kecil tetap terjadi dimana-mana. Dalam keadaan seperti itu mobil dengan wakil dari Inggris dan Indonesia keliling kota memberitakan kesepakatan di atas, ada yang menuju ke sekitar Jembatan Merah, termasuk Mallaby yang tidak didampingi Dr. Sugiri.

       Gedung Internatio diduduki Inggris yang dipimpin Mayor V Gopal. Namun Gedung Internatio tersebut dikepung oleh pejuang arek-arek Suroboyo. Pertempuran di Internatio akhirnya berhenti, dengan proses alot. Rakyat tidak dengan mudah diyakinkan karena posisi musuh dalam keadaan terjepit. Kenapa harus dihentikan? Demikian suara arek-arek Suroboyo yang saat itu mengepung Gedung Internatio. Residen Sudirman, Doel Arnowo dan Mayjend Sungkono bergantian berpidato menenangkan rakyat. Bahwa gencatan senjata sudah disepakati dan itu perintah Presiden. Suasana memanas, arek-arek Suroboyo yang sudah lama terlibat pertempuran, melihat bagaimana rekan-rekannya terbunuh tentu tidak bisa menerima itu dengan mudah. Massa mulai mengerumuni mobil Mallaby, rombongan mobil terhenti. Awalnya disepakati agar perwira-perwira Inggris masuk ke dalam Gedung Internatio untuk memberi perintah penghentian tembakan secara langsung. Tapi ide ini segera berubah, hanya sebagian perwira saja yang masuk ke gedung, sedangkan Mallaby tetap di dalam mobil. Karena kalau semua perwira Inggris masuk gedung maka tidak akan ada “sandera” sebagai jaminan bahwa mereka tidak akan menembaki massa rakyat. Satu-satunya alasan masuk akal bahwa Inggris tidak akan menembak adalah fakta bahwa jenderal mereka ada di kerumunan massa. Mallaby memerintahkan ajudannya bernama Kapt Shaw masuk ke Gedung Internatio, bersama dua orang Indonesia yaitu HR Muhammad dan TD Kundan. Karena sangat berbahaya bagi Kapten Shaw untuk berjalan seorang diri melewati kerumunan pejuang. TD Kundan yang merupakan seorang India mendengar perintah dari Kapten Shaw kepada perwira pasukan British India yang berpangkat Mayor. Perintah yang diucapkan dalam bahasa India.“Sepuluh menit lagi, buka tembakan dari Gedung Internatio!”. Asumsi dari TD Kundan: Perintah itu tentunya datang dari Mallaby, karena tidak mungkin Shaw berpangkat Kapten memberi perintah pada Gopal yang berpangkat Mayor. “Mungkin…. Sekali lagi mungkin, Mallaby berpikir dengan dibukanya tembakan, massa akan tercerai berai dan pasukannya bisa menolong dia”.Setelah 7 menit, Kundan makin yakin melihat gerak gerik pasukan Inggris di dalam Gedung Internatio, mereka akan menyerang. Kundan lari keluar untuk memperingatkan pejuang-pejuang Indonesia. Mayor Gopal pun menembakkan senjatanya. Itu adalah tembakan pertama pasca gencatan senjata. Dia mengaku menembak atas prakarsanya sendiri saat wawancara di kelak kemudian hari yang dirangkum oleh JGA Parrot. Di luar Gedung Internatio, pejuang-pejuang rakyat berhamburan oleh hujan tembakan dari Gedung Internatio. Banyak yang seketika tumbang dan tak bergerak. Kesaksian dari Letnan Laughland dan Kapt RC Smith, saat itu mereka berada dekat Mallaby, tidak dapat melihat sekeliling dengan jelas karena gelap. Tiba-tiba muncul sebuah granat yang  dilemparkan menuju dekat mobil Mallaby yang saat itu juga dikelilingi oleh massa. Granat itu kemudian membuat mobil Mallaby terbakar dan kemudian meledak. Tewasnya Mallaby ini membuat membuat sekutu marah dan mengawali terjadinya pertempuran yang lebih besar (pertempuran 10 November).

       Banyak peristiwa penting dari masa lampau hingga kini yang dilalui gedung Internatio. Seperti salah satunya menjadi saksi awal terjadi pertempuran yang lebih dahsyat di Surabaya. Luasnya lahan yang terdapat di halaman depan gedung Internatio sempat difungsikan sebagai terminal JMP (Jembatan Merah Plaza) dan menjadi tempat tunggu angkot dan bus kota. Seiring berjalannya waktu, bekas lahan terminal JMP kemudian dibuat sebuah taman yang memiliki tiga (3) nama, diantaranya adalah taman Jayengrono, Taman Sejarah, taman Monumen Jembatan Merah. Sementara itu, saat ini Gedung Internatio dikelola oleh PT Tjipta Niaga atau PT Aneka Niaga dan difungsikan sebagai tempat percetakan.