Cagar Budaya

Informasi
Kawasan Cagar Budaya

Kawasan Pecinan (chinesche Champ)

Jalan karet, panggung, songoyudan, dukuh, bunguran, waspada, bibis dan didalamnya, Bongkaran, Pabean Cantian
Kawasan Cagar Budaya

Melalui ketentuan Undang-undang Wilayah atau Wijkenstelsel pada tahun 1843, Kota Bawah (BenedenStad) dibagi menjadi menjadi beberapa wilayah permukiman berdasarkan etnis yaitu permukiman orang Eropa berada di sisi Barat Jembatan Merah dan permukiman masyarakat Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) berada di sisi Timur yang terdiri dari permukiman Tionghoa (Chineesche Kamp), Arab (Arabische Kamp) dan permukiman masyarakat Melayu. Sebagian juga ada pribumi yang menyebar di antara mereka.

Penghancuran tembok kota pada tahun 1871 dan masuk tahun 1910 UU Wilayah (Wijkenstelsel) sudah tidak berlaku sehingga menyebabkan semakin luasnya pengaruh masyarakat Tionghoa terhadap kegiatan perdagangan dan jasa di sekitarnya. Akibatnya, semakin luas pengaruh budaya Tionghoa, yang ditandai dengan berdirinya kelenteng di luar kawasan asli Tionghoa seperti di Kapasan. 

Dari keterangan di atas, Surabaya seperti halnya kota Semarang, Jakarta, Pasuruan dan Probolinggo memiliki kawasan kota lama, yang dikenal dengan nama Kota Bawah atau BenedenStad yang sudah berkembang sejak abad 18. Lokasinya berada di sekitar kawasan Jl. Kembang Jepun, Ampel dan Jl. Rajawali. Sejarah panjang Kota Bawah dapat dilihat melalui keberadaan bangunan yang didirikan pada periode yang berbeda, mulai abad 18, 19, dan 2an-an. 

Salah satu ciri kota lama bentukan Pemerintah Kolonial Belanda adalah pembagian cluster berdasarkan etnis. Kota bawah atau beneden Stad terdiri dari Kawasan Eropa, Kawasan Tionghoa dan kawasan Arab (Handinoto, 1996: 91). Kawasan Eropa terletak di sebelah Barat Jembatan Merah dan Kawasan Tionghoa, Melayu serta Arab terletak di sebelah timur Jembatan Merah (Handinoto 1996).

Menurut Faber dalam Handinoto (1996: 66), masyarakat Tionghoa sudah ada di Surabaya sejak tahun 1411 yang pada awalnya menempati daerah di Timur Kalimas yang disebut Chinese Camp. Masyarakat Tionghoa memegang peranan penting dalam kegiatan perdagangan Kota Surabaya. Pada masa Kolonial, masyarakat Tionghoa memiliki peran sebagai pedagang perantara antara orang pribumi sebagai penghasil produk-produk pertanian kemudian menjualnya pada pedagang-pedagang besar Eropa (Handinoto 1999: 24).

-