Cagar Budaya

Informasi
Bangunan Cagar Budaya

Masjid Kemayoran

Jalan Indrapura, Krembangan Selatan, Krembangan
Bangunan Cagar Budaya

Kemayoran merupakan kawasan perkampungan tua di sebelah utara Jalan Indrapura. Di kawasan kampung Kemayoran  terdapat banyak bangunan rumah kuno yang  keberadaannya tahun 1478 atau tahun 1778 (sekitar abad XIV – XVII), berarti bangunan tersebut di bangun sekitar di jaman Kerajaan Majapahit atau Kerajaan Surabayaa (Ujung Galuh).

Masjid Kemayoran Surabaya yang nama aslinya Masjid Raudlatul Musyawwarah, dahulu berada di areal Tugu Pahlawan. Masjid ini berada tepat di depan gedung pemerintahan Gubernur Hindia Belanda (sekarang Gedung Pemerintah Propinsi Jawa Timur). Keberadaan bangunan masjid ini “klilip” bagi petinggi Belanda, sehingga masjid ini harus dipindahkan.

Upaya Belanda memindahkan masjid milik masyarakat ini mendapat perlawanan dari warga muslim Surabaya yang dimotori sang pemangku masjid bernama KYAI BADRUN / KYAI BADRUDDIN (merupakan kerabat Paku Alam V dari Kasunanan Surakarta sekitar tahun 1750). Pertempuran pun tak dapat dihindari, warga sekitar masjid melakukan perlawanan, sehingga satu Kyai pendiri masjid tersebut gugur dalam perlawanan. Sejak saat itu masyarakat islam Surabaya memberi gelar dengan sebutan KYAI SEDO MASJID, karena beliau wafat dalam keadaan memperjuangkan keberadaan masjid.

Keberadaan Pemerintah Hindia Belanda menyingkirkan “Klilip” di depannya ini kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian hadiah tanah dan masjid pengganti untuk menarik simpati warga muslim Surabaya di atas sebidang tanah milik seorang Mayor Angkatan Darat Belanda. Masyarakat menyebutnya sebagai Kampung Kemayoran. Kawasan kampung Kemayoran sebagai pengganti ini meliputi persil tepi Kali Mas (Bibis) sampai jalan yang memisahkan Kampung Kemayoran dengan Taman Kalongan. Hadiah tanah dan masjid untuk masyarakat muslim Islam Surabaya dari pemerintah Hindia Belanda ini dilaksanakan pada masa pemerintahan Bupati Surabaya Tumenggung Kromojoyo Dirono (1772-1776M). Pemberian hadiah tanah dan masjid pengganti ini diabadikan dalam prasasti (sekarang ditempel di dinding Masjid Kemayoran) dengan huruf Jawa dan berbahasa Jawa yang terbuat dari kuningan dan berhuruf timbul yang berbunyi :  

”ini adalah pemeberian Kanjeng Gubernur Belanda kepada seluruh Bangsa / Warga Islam. Saat diberikan itu ketika Paduka Tuan yang bijaksana Jan Wakot Rengusin Gubernur Jendral di Tanah Nederland Hindia, Mister Daniel Frans Willem Pietermat Residen di Surapringga dan Raden Tumenggung Krama Jaya Dirana Bupati di Negeri Surapringga. Saat di bangun pada tahun 1772-1776 yang telah membangun adalah Van Willem Bartulumeus War de Nar” (Terjemahan Bahasa Indonesia).

Berdasarkan bukti tertulis itulah, dapat diketahui bahwa keberadaan Masjid Raudah Musyawarah (Masjid Kemayoran) Surabaya beserta semua asetnya yang berupa tanah terbentang dari tepi Kalimas (Bibis) sampai kesebelah barat dan utara masjid merupakan tanah dan bangunan hadiah dari Pemerintah Hindia Belanda bagi muslim Surabaya.

Masjid Kemayoran mempunyai nilai sejarah yaitu dimana perjuangan Arek-arek Suroboyo saat melawan kaum penjajah dalam peristiwa heroik 10 November 1945. Masjid Kemayoran merupakan masjid pengganti setelah kolonial Belanda merebut lahan dan bangunan masjid yang ada di Jalan Alun-alun (Jalan Tugu Pahlawan). Ambisi Sekutu ialah merebut beberapa wilayah atau lahan dan bangunan seperti masjid hal ini memperluas wilayah / teritorialnya.

 Perjuangan arek-arek Suroboyo untuk mempertahankan masjid tersebut tidak hanya berhenti disitu. Melalui perundingan antara kolonial Belanda dan warga, akhirnya Belanda menyepakati untuk membangun masjid baru yang berlokasi di Jalan Indrapura yaitu Masjid Kemayoran tepat di kantor DPRD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.